BAB.I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Good
governance yang diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan
tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di
dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan,
seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik di negeri ini. Di pemerintahan (public governance),
tema ini begitu menyentuh. Banyak pihak yang “menunjuk hidung” bahwa masalah
mendasar bangsa ini akan terselesaikan kalau birokrasi pemerintahnya sudah
kembali ke jalan yang baik. Karenanya bagi aparatur pemerintah, good governance
adalah kewajiban yang harus diwujudkan.
Keberhasilan
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan
dan sinergi tiga aktor utama yaitu aparatur pemerintah, masyarakat, dan pihak
swasta. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, aparatur pemerintah merupakan salah
satu aktor penting yang memegang kendali proses berlangsungnya governance.
Keterlibatan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan sangat ditentukan antara lain oleh pemahaman terhadap konsep tata
pemerintahan yang baik serta pengamalannya yang sangat terkait dengan birokrasi
dan manajemen birokrasi pemerintah.
Aparatur
merupakan suatu komunitas individu-individu yang memiliki tugas dan fungsi yang
terlembagakan untuk melayani rakyat diartikan secara singkat sebagai pemikir,
perencana, pelaksana sekaligus pengawas jalannya kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan masyarakat atas nama kepala daerah (Sarundajang,
2002:164). Dalam konteks pemerintahan yang baik, salah satu kunci sukses
terpenting dari adanya perubahan dalam proses governance terletak pada
individu-individu yang ada di dalam proses governance itu sendiri. Individu
individu
adalah mereka yang menciptakan dan memelihara perubahan. Wilson dan Rosenfeld
mengemukakan 4 (empat) alasan resistensi individu terhadap perubahan yaitu:
kepentingan pribadi, rendahnya tingkat kepercayaan, perbedaan
pandangan/penilaian, rendahnya toleransi terhadap perubahan. (Sumarto, 2004:
11)
Implementasi
Otonomi Daerah diasumsikan oleh berbagai pihak akan membawa suatu perubahan
yang sangat signifikan terhadap pola manajemen pemerintahan dalam pelaksanaan
fungsi-fungsi utama pemerintahan yaitu pembangunan,pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat. Pergeseran wewenang pemerintahan dari Pusat ke Daerah memberikan
dampak yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Berlakunya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan memberikan dampak
yang nyata terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.
Di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, pada umumnya birokrasi pemerintahan
daerahnya cenderung belum berubah ke arah yang lebih baik karena mereka masih
berada pada posisi yang kurang atau tidak stabil dan belum menentukan pola
kerja yang baik. Maka dari itu Pemerintah Kabupaten Boven Digoel secara
bertahap perlu membangun kepercayaan masyarakatdan mampu memberikan pemahaman
kepada masyarakat mengenai landasan berpikir dan perilaku pemerintah. Banyaknya
Pembicaraan masyarakat terhadap pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk
dari ketidakpuasan dan juga ketidakpercayaan pada pemerintah daerah.
Berdasarkan
pengamatan, kondisi birokrasi di Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, pada
kenyataannya kinerja birokrasi masih belum optimal, antara lain dicerminkan
dengan masih banyaknya keluhan masyarakat, baik menyangkut prosedur, kepastian,
tanggung jawab, moral petugas, serta masih terjadinya praktek pungli yang
memperbesar biaya pelayanan, dan masih kurang profesionalismenya aparatur
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga seringkali
birokrasi masih dianggap sebagai penghambat pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan.
SAKIP pada dasarnya adalah salah satu unsur
yang mendukung terselenggaranya SPIP. Sebaliknya, penyelenggaraan SPIP dapat
mendukung penyempurnaan implementasi SAKIP. Menjawab pertanyaan terkait dengan
belum optimalnya manfaat atas penerapan SAKIP hingga saat ini pada dasarnya
dapat dikaitkan dengan berfungsinya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) dalam suatu organisasi pemerintah. PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah mendefinisikan bahwa Sistem Pengendalian Intern
adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Dalam
rangka pencapaian good governance, untuk itu dibutuhkan penerapan sistem
akuntabilitas kinerja di Kabupaten Boven Digoel. Akuntabilitas kinerja
merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi dan visi organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan dan ditetapkan melalui seperangkat indikator
kinerja atau alat pertanggungjawaban secara periodik. Mengingat pentingnya
pencapaian tujuan suatu instansi tersebut setiap pimpinan dan pegawai di lingkungan
Pemerinah Kabupaten Boven Digoel perlu meningkatkan penerapan sistem
akuntabilitas kinerja secara sistematis, terstruktur, dan terdokumentasi dengan
baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Secara umum, implementasi sistem
akuntabilitas kinerja dilaksanakan berdasarkan
komponen-komponen yang merupakan satu kesatuan yang terdiri dari
perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, serta pelaporan
dan evaluasi kinerja. Komponen dalam sistem akuntabilitas kinerja ini menceminkan semua proses yang ada dalam
manajemen kinerja.
B.Identifikasi Masalah
Permasalahan
merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya,
antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan
capaian atau secara singkatnya antara das sollen dengan das sein.
Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari suatu perumusan
masalah sehingga objek dalam suatu jalinan tertentu dapat dikenali sebagai
suatu masalah. Hal tersebut berguna untuk mengarahkan objek indetifikasi masalah sesuai dengan sasaran judul Karya Tulis.
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
Karya Tulis ini adalah sebagai berikut.
(1) Bagaimana implementasi Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel?
(2)
Bagaimana penerapan good governance di Daerah di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Boven Digoel?
C.Metode
Penulisan
Metode yang digunakan dalam Penulisan karya tulis ini
adalah metode sosiolegal. Dengan ini, maka kaidah-kaidah hukum baik yang
berbentuk peraturan perundang-undangan, khususnya tentang SAKIP dan Good
Governance dicari dan digali dari berbagai buku,media dan internet untuk
kemudian dirumuskan menjadi karya tulis
Metode Penulisan ini dilandasi oleh teori bahwa hukum yang baik
merupakan hukum yang juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam masyarakat
dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja,yang bukan semata-mata merupakan kehendak
penguasa saja.
Metode
Penulisan karya tulis ini juga untuk memenuhi sebagai suatu syarat untuk
mengikuti ujian dinas Tk.II yang akan di selenggarakan di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Boven Digoel dengan Judul Karya Tulis”Implementasi SAKIP dalam
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik”
D.Sistematika Penulisan
Penulisan
Karya Tulis disusun dalam empat Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB.I Pendahuluan
Bab
ini terdiri dari Latar belakang masalah,Identifikasi Masalah,Metode Penulisan
dan Sistematika Penulisan.
BAB.II Tinjaun
Pustaka
Bab
ini menjelaskan Teori-teori pendukung sebagai acuan Karya Tulis
BAB III Pemabahsan/Analisis
Bab
ini membahas tentang pokok inti dari identifikasi masalah tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).
BAB IV Penutup
Bab
ini terdiri dari kesimpulan isi pemabahasan dan Saran
BAB.II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.Pengertian
Akuntabilitas
Seperti
kita ketahui pada saat sekarang ini bahwa tuntutan masyarakat sangat besar
terhadap penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih (good governance) sehingga
mendorong pemerintah untuk menerapkan sistem pertanggungjawaban yang jelas,
tepat, teratur dan efektif. Hal ini harapan yang sangat besar dari masyarakat
Indonesia. Pertanggungjawaban yang jelas, tepat dan efektif akan sangat
berdampak terhadap pengelolaan yang baik sehingga masyarakat akan lebih percaya
dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan dapat lebih ditingkatkan.
Banyak
ahli yang menyatakan pengertian akuntabilitas, diantaranya menurut Mardiasmo
(2004, 20) menyatakan bahwa : Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Dalam
konteks organisasi pemerintah, Implementasi akuntabilitas publik adalah
pemberian informasi dan disclosure atas aktifitas dan kinerja finansial
pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut.
Pemerintah harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan
hak-hak publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga
sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan
hanya pertanggungjawaban vertikal.
Berdasarkan
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang
ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara, dalam modul Akuntabilitas
Instansi Pemerintah, BPKP, 2007 menyatakan bahwa pelaksanaan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah harus berdasarkan prinsip berikut ini :
1. Adanya komitmen
dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan.
2.
Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumbersumber daya secara konsisten dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
3. Menunjukkan
tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Berorientasi
pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh .
5. Jujur,
objektif, transparan dan akurat .
6.
Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan.
7. Adanya
pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
B.Pengertian SAKIP dan LAKIP
SAKIP
merupakan singkatan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
sedangkan LAKIP singkatan dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Dalam Modul BPKP tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Edisi
Kelima, 2007 menyatakan bahwa Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
merupakan suatu tatanan, instrument dan metode pertanggungjawaban yang intinya
meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Penetapan perencanaan strategik 2.
Pengukuran kinerja 3. Pelaporan kinerja 4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi
perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Selanjutnya
capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan bahagian dari SAKIP, dimana
informasi yang termuat dalam LAKIP ini akan dimanfaatkan untuk perbaikan
kinerja instansi secara berkesinambungan.
Terselenggaranya good governance merupakan
syarat utama untuk dapat mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan
dan cita-cita. Dalam rangka mencapai itu, diperlukan pengembangan dan penerapan
sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan
dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik, pemerintah mengeluarkan TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,Kolusi, dan
Nepotisme dan Undang-Undang No 28 Tahun 1999 dengan judul yang sama. Sebagai
tindak lanjut dari produk hukum tersebut kemudian diterbitkanlah Instruksi
Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
Inpres
tersebut mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya
serta
kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategik
yang ditetapkan oleh masing-masing instansi.Pertanggungjawaban dimaksud berupa
laporan yang disampaikan kepadaatasan masing-masing, lembaga-lembaga pengawasan
dan penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada
Presiden selaku kepala pemerintahan. Laporan
tersebut
menggambarkan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan melalui Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah pada pokoknya adalah instrumen yang digunakan instansi
pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri dari berbagaikomponen yang
merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan stratejik,perencanaan kinerja,
pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja (LAN, 2003:2-3).
Lembaga
Administrasi Negara (LAN) kemudian menindaklanjuti Inpres tersebut dengan
mengeluarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 589/1X/6/Y/1999 tentang Pedoman
Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kemudian pada
tahun 2003, terbit Keputusan Kepala LAN Nomor 239/1X/6/8/2003 tentang Perbaikan
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah untuk
menyempurnakan Keputusan Nomor 589/1X/6/Y/1999. Pedoman ini dimaksudkan sebagai
acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menyusun Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai wujud akuntabilitas instansi
pemerintah. Pedoman ini juga diharapkan dapat membantu penyusunan rencana
stratejik dan rencana kinerja, serta pelaksanaan pengukuran kinerja, sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari SAKIP secara keseluruhan (LAN, 2003:2).
C.Pemahaman
Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penyelengaraan Pemerintahan Yang Baik (Good
Governance)
Aparatur
pemerintah daerah, terutama di dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven
Digoel dari semua level pemerintahan (Kabupaten, Kecamatan, Desa) memiliki
peranan yang sangat penting, maka dari itu good governance merupakan salah satu
isu strategis yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dalam
rangka membentuk pola pikir (paradigma), sikap dan mental aparat karena hal
tersebut akan menentukan kualitas pelayanan umum yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah setempat untuk mampu bersaing dengan pasar global yang saat ini sangat
kompleks sehingga akan mempengaruhi kapasitas pemerintahan daerah. Oleh karena
itu, Pemerintah Kabupaten Boven Digoel harus mampu mencetak aparatur-aparatur
yang memiliki visi dan misi untuk memajukan daerahnya dengan program-program
pembangunan masa depan yang berorientasi pada hasil.
Pemahaman
aparatur terhadap prinsip-prinsip good governance meliputi kesadaran tentang
masalah, kesadaran tentang sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi masalah,
pengetahuan tentang sumber daya yang tersedia, pengetahuan tentang dimana dan
bagaimana cara mendapatkan sumber daya tersebut dan perasaan percaya diri dalam
memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Sampai
saat ini, good governance menjadi salah satu isu strategis Pemerintah Kabupaten
Boven Digoel yang diatur dalam Rencana Strategis (Renstra) sudah dijalankan
diberbagai level pemerintahan. Hanya saja bersamaan dengan itu, karena
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak lagi mengenal Rencana Strategis,
maka dari itu diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang
merupakan implementasi atau bentuk konkrit dari program (visi dan misi) Bupati,
maka RPJM tersebut harus diundangkan (di–Perda–kan). RPJM hanya dilaksanakan
oleh Kabupaten/Kota yang telah menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah secara
langsung.
Yang
mempengaruhi kurang optimalnya pengimplementasian prinsip-prinsip good
governance di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, bahwa salah satu
masalahnya adalah pribadi aparatur itu sendiri. Hal ini diakibatkan beberapa
faktor ( Widodo, 2001) yaitu:
1. Pengembangan
kapasitas SDM aparatur pemerintah daerah (human resource development), masalah
pengembangan kapasitas SDM aparatur di daerah seringkali tidak disadari telah
terjebak dalam upaya peningkatan syarat akademik jenjang pendidikan
aparatur/pegawai dalam memenuhi kelengkapan administratif semata, tanpa
mengedepankan kebutuhan, hasil dan manfaat personil terhadap unit kerja maupun
pemerintah daerah itu sendiri, rekruitmen pegawai masih menggunakan spoil
system belum memakai merit system hal ini mempengaruhi kualitas pegawai yang
direkrut.
2. Pengembangan
kelembagaan (institutional building). Dalam hal pengembangan kelembagaan
daerah, penataan struktur organisasi diarahkan bagi peningkatan efektivitas
roda pemerintahan yang makin produktif dan profesional. Karenanya pengembangan
kelembagaan tidak sekadar memuat penataan organisasi, tetapi juga pemeranan
lembaga (role of institution) yang akan disusun secara lebih cermat, jelas dan
tidak tumpang tindih. Oleh karena keberadaan lembaga daerah sangat erat
terhadap performa administrator daerah (kepala daerah) dalam memimpin
wilayahnya sebagaimana tercermin dalam visi dan misi Bupati yang diuraikan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
3.
Peningkatan kinerja (performance improvement) aparatur pemerintahan di daerah.
Peningkatan kinerja aparatur pemerintahan secara simultan mengiringi penataan
kelembagaan dan peningkatan SDM birokrasi sebagai satu kesatuan
"paket" kebijakan menuju pemerintahan yang baik. Kondisi aparatur
sekarang ini, memang masih menjadi bagian dari rentetan perjalanan
"sejarah birokrasi" masa lalu dengan kompleksitas patologinya yang
kuat mengakar bahkan sampai saat ini, setelah reformasi dan wacana
good governance digulirkan kurang
lebih 7 tahun yang lalu, kultur tersebut masih tertanam kuat di dalam diri
sebagian aparatur Pemerintah Daerah kita.
Pemahaman
aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel terhadap prinsip-prinsip utama good
governance seperti akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi serta
prinsip yang lainnya sampai saat ini masih jauh dari harapan. Kekurangpahaman atau bahkan ketidakpahaman
aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel terhadap prinsip-prinsip utama good
governance selanjutnya dapat dilihat dari penjelasan-penjelasan berikut ini.
Prof
Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban pihak
yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui
distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi
penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks
and balances system). Lembaga pemerintahan
yang
dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif
(MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR)”. Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan
untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Dengan demikian
akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau
menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan
suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban.
Akuntabilitas
publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada
pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan
didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu
wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil
kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik,teknokrat,
birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan (Widodo, 2001).
Aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel
dari tingkat Desa sampai Kabupaten pada dasarnya kurang atau bahkan tidak
memahami prinsip akuntabilitas. Mereka tidak mampu mengimplementasikannya
seoptimal mungkin baik dalam tataran kognitif maupun pada tataran afektif dan
psikomotorik.
BAB.IV
PEMBAHASAN/ANALISIS
A.Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
Sistem Kinerja Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktifitas,alat dan prosedur di
rancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran,pengumpulan
data,pengklarifikasian,pengikhtisaran,dan pelaporan kinerja pada instansi
Pemerintah dalam rangaka mempertanggungjawabkan dan meningkatkan kinerja
instansi pemerintah.Dalam instruksi Presiden Nomor: 7 Tahun 1999,di katakan
bahwa Tujuan Sstem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah untuk
mendorong terciptanya akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah sebagai salah
satu prasyarat untuk terciptanya (Good Governance).
Implementasi
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah :
1.Menjadikan instansi pemerintah yang akuntable sehingga dapat
beroperasi secara efisien,efektif dan responsif terhdap asprasi masyarakat dan
dan lingkungan.
2.Terwujudnya transparansi instansi pemerintah
3.Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
nasional
4.Terpeliharanya kepercyaan masyarakat kepada Pemerintah.
B.Akuntabilitas Instansi Pemerintah
Akuntabilitas
Instansi Kinerja Pemerintah (AKIP)
adalah Perwujudan kewjiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan kegagalan atau keberhasilan pelaksanaan suatu misi organisasi dalam mencapai sasaran
dan tujuan yang dapat di tetapkan melalui pertanggungjawabkan secara periodik
PERMENPAN (2013 : 5).Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dapat terwujud
dengan baik apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: LAN (2003
: 5):
a.Beranjak dari sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber
daya yang konsisten dengan asas-asas umum penyelenggaraan negara.
b.Komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang
bersangkutan.
c.Menunjukan tingkat pencapain dan sasaran dan tujuan yang telah di
tetapkan.
d.Beroreantasi pada pencapain visi dan misi,serta hasil dari
manfaat yang di peroleh.
e.Jujur obyektif,transparan dan akurat.
f.Menyajikan keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian saran dan
tujuan yang telah di tetapkan.
C.Analisis Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas
kinerja merupakan kewjiban pemegang amanah (Agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban,menyajikan,melaporkan segala aktifitas dan kegiatan yang
menjadi tanggungjawab pemberi amanah (principle) yang memiliki hak dan
kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban tersebut ( Mahsun 2006 : 83).
Menurut
(LAN,2003 : 26) penjelasan Akuntabilitas Kinerja di paparkan sebagai berikut :
Analisis Akuntabilitas Kinerja meliputi keterkaitan pencapain kinerja kegiatan
dengan program dan kegiatan dalam mewujudkan sasaran,tujuan dan misi serta visi
sebagaiman di tetapkan dalam rencana strategik.Dalam analisis ini perlu di
jelaskan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara efektif dan efisien
sesuai dengan kebijakan,program dan kegiatan yang telah di tetapkan.Analisis
tersebut dengan menggunakan informasi/data yang di peroleh secra lengkap dan
akurat dan bila memungkinkan di lakukan evaluasi kebijakan untuk mengetahui
ketetapatan dan efektifitas baik kebijakan itu sendiri maupun sistem dalam
proses pelaksanaannya.
Kondisi
yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa penyusunan LAKIP dilakukan oleh bagian
program di setiap SKPD. Keterlibatan bidang-bidang teknis pada setiap SKPD
hanya sebatas penyerahan data yang kemudian diolah oleh bagian program dan
dikompilasi menjadi LAKIP. Data yang selama ini diolah pun baru sebatas data
realisasi fisik dan keuangan atas pelaksanaan kegiatan dalam satu tahun. Hal
ini terjadi karena keterbatasan pemahaman baik dari sisi pelaksana, yaitu
bagian program, maupun unsur pimpinan dan pejabat teknis lainnya terkait dengan
informasi yang seharusnya direncanakan dan dilaporkan. Hal lain yang perlu
mendapat perhatian adalah belum adanya mekanisme pertanggungjawaban yang
dilakukan secara transparan baik pada tingkat pemerintah daerah Kabupaten Boven
DIgoel ataupun pada tingkat SKPD. Mekanisme pertanggunjawaban seperti pertemuan
yang mereviu capaian kinerja secara transparan tentu akan mendorong pihak yang
diminta pertanggungjawabannya untuk memberikan perhatian yang lebih dan
menyadari konsekwensi yang akan dihadapinya. Hal ini hanya akan terjadi jika
pimpinan instansi pemerintah mempunyai komitmen untuk mengaitkan antara kinerja
dengan reward dan punishment sebagaimana yang disyaratkan dalam unsur
lingkungan pengendalian.
Infrasruktur
SAKIP saat ini sudah terbangun, terlepas dari beberapa kelemahannya. Namun, hal
yang lebih penting dari pada itu adalah aspek lingkungan pengendalian berupa
komitmen pimpinan untuk ‘menghidupkan’ SAKIP yang akan berfungsi sebagai alat
pengendalian manajemen. Dengan demikian, untuk menjawab bagaimana
mendayagunakan SAKIP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk
memperbaiki kualitas pelayanan publik dan menciptakan good governance hanya
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan SAKIP dengan SPIP.
Seiring
dengan perkembangan konsep SAKIP dalam tata perundangan di Indonesia muncul
Permendagri 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Pembangunan Daerah. Permendagri ini menjembatani gap antara
peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang mengatur tata
cara penyusunan dokumen perencanaan baik menengah ataupun tahunan dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
D.Implemntasi Tata Kelola SAKIP Sektor Publik
Sistem
akuntabilitas kinerja pemerintah harus merupakan suatu instrumen
pertanggungjawaban yang terdiri dari berbagai indikator dan mekanisme kegiatan
pengukuran, penilaian, dan pelaporan kinerja secara menyeluruh dan terpadu.
Pada entitas pemerintahan daerah, sistem akuntabilitas kinerja instansi
Pemerintah daerah memiliki masalah diantaranya sulit mengukur kinerja dan
menentukan indikator kinerja yang tepat dikarenakan sektor publik memiliki
karakteristik yang sangat berbeda dengan sektor bisnis, terutama menyangkut
output, outcomes, dan tujuan utama entitas.
Akuntabilitas
publik mensyaratkan bahwa setiap perilaku dan tindakan pejabat publik baik
dalam membuat kebijakan (public policy), mengatur dan membelanjakan keuangan
negara maupun melaksanakan penegakan hukum haruslah terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Proses pembuatan kebijakan yang sifatnya tertulis serta memenuhi standar
etika dan nilai sesuai dengan prinsip administrasi yang benar dengan alat ukur
yang digunakan antara lain visi dan misi Bupati, job description, pelaksanaan 10
(sepuluh) budaya malu, pilihan metode pelayanan, informasi tentang tingkat
pelayanan, standar efisiensi, standar pelayanan minimal, kapasitas pelayanan
sampai saat ini belum dapat berjalan secara optimal.
Hal
tersebut di atas disebabkan masih banyaknya aparatur Pemerintah Kabupaten Boven
Digoel yang tidak tahu visi dan misi yang diusung oleh Kepala Daerah , kemudian
juga terdapat aparatur yang tidak memahami tugas dan fungsinya, sehingga selalu tergantung pada atasannya. Terkait
dengan tingkat kepuasan masyarakat maka untuk mengukur keberhasilan pelayanan
umum yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, aspek informasi
tentang alur pelayanan, standar efisiensi, standar pelayanan minimal, kapasitas
pelayanan hanya dijadikan “pajangan” tidak secara konsisten dijalankan.Misalnya
masih adanya ketidakjelasan alur pelayanan, standar efisiensi dan standar
pelayanan minimal yang tidak jelas karena belum adanya sosialisasi secara
maksimal kepada masyarakat mengenai standar pelayanan minimal yang dilakukan
oleh aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Bukti lain dari masih minimnya
kualitas pelayanan yang dilakukan oleh aparatur dapat dilihat pada tingkat
kontribusi dalam pelayanan itu sendiri .
Pada
dasarnya implementasi akuntabilitas publik dapat diperoleh dari usaha yang kontinu untuk membuat aparatur
Pemerintah Daerah Kabupaten Boven Digoel agar mampu bertanggung jawab dari
setiap perilakunya sendiri dan responsif kepada entitas darimana mereka
memperoleh kewenangan. Selain itu juga dapat diperoleh melalui penetapan
kriteria untuk mengukur performance aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Boven Digoel serta penetapan mekanisme untuk menjamin
terlaksananya standar operasional dan prosedural. Jika hal tersebut dilakukan
maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan meningkat dan akan
mengurangi kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme.
Oleh
sebab itu dalam kerangka mengimplementasikan prinsip akuntabilitas ada beberapa
pertanyaan yang harus siap dijawab oleh administrator publik, seperti:
penyelesaian masalah dengan nilai-nilai yang konsisten dengan nilai-nilai dari
konstituen (pemilih), program yang dibuat untuk para konstituen yang didasarkan
pada hipotesis yang jelas terhadap suatu masalah dan solusinya yang efektif,
metode apa yang efektif dan efisien di dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi, apakah dalam proses penyelesaian masalah tersebut telah
menggunakan/memanfaatkan sumber daya yang tersedia seoptimal mungkin, dan jika
memang hal itu telah dilakukan apakah
telah memenuhi kebutuhan dari konstituen atau tidak. Hal ini diasumsikan pada
alasan bahwa seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus
mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada masyarakat.
Dalam
konteks good governance untuk memberdayakan masyarakat, Pemerintah daerah harus
memperhatikan beberapa hal antara lain (Ari Dwipayana, 2003):
1. Mengubah paradigma dari yang
menggunakan pendekatan intruksional ke pendekatan fasilitasi/katalisator, yaitu
mendorong dan memberikan ruang (space) kepada masyarakat agar mampu
mengembangkan prakarsa, kreativitas dan inovasinya untuk membangun daerah;
2. Pemerintah daerah harus menghargai
kemajemukan yang ada di masyarakat sebagai suatu bentuk upaya mengembangkan
potensi daerah;
3. Menerapkan mekanisme pembangunan yang
people oriented (berorientasi pada masyarakat) dengan perencanaan dari bawah
(bottom up) yang harus dilaksanakan secara konsisten;
4. Jika pemerintah merasa dirinya tidak
mampu untuk mengawal pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka ia harus mengakui
ketidakmampuannya tersebut sehingga perlu belajar banyak pada entitasnya
melalui forum dialog atau konsultasi publik.
Dalam
rangka penguatan partisipasi masyarakat, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
pemerintah adalah (Ari Dwipayana, 2003) :
a. Mengeluarkan informasi yang dapat diakses
oleh masyarakat;
b. Menyelenggarakan proses konsultasi untuk
menggali dan mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk aktivitas
warga negara dalam kegiatan publik;
c. Mendelegasikan otoritas tertentu kepada
pengguna jasa layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi
kegiatan masyarakat dan layanan publik. Partisipasi masyarakat merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh
lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut
atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan.
Good
governance merupakan sebuah bentuk ideal mekanisme, praktik dan tata cara
pemerintah dalam mengatur dan memecahkan masalah-masalah publik. Inilah bentuk
pemerintahan yang paling diidam-idamkan oleh setiap bangsa dan negara. Good
governance hanya bisa tercipta apabila dua kekuatan saling mendukung, yakni
warga yang bertanggungjawab, aktif dan memiliki kesadaran, dan pemerintah yang
terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau melibatkan diri dalam segala persoalan.Berbicara
mengenai kepemerintahan yang baik, sangat mudah ketimbang melaksanakannya.
Implikasi
dari berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan merupakan
kewajiban setiap tingkat pemerintahan dari Desa sampai Provinsi untuk segera
dilaksanakannya termasuk oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel yang
terintegrasi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan
manajemen pemerintahan oleh aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel sampai
saat ini dinilai belum optimal. Belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan dapat
dilihat dari banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan umum yang dilakukan
oleh aparatur pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Misalnya saja dalam bidang
kesehatan, pelanggan yang menggunakan Jamkesmas akan lebih
dikesampingkan
terlebih dahulu, dalam bidang kependudukan banyak masyarakat yang harus
membayar di luar ketentuan peraturan yang ada untuk membuat Kartu Tanda
Penduduk (KTP).
Evaluasi
terhadap penerapan prinsip-prinsip good governance di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Boven Digoel harus terus dioptimalkan sehingga akan membentuk
birokrasi pemerintahan sebagai mitra kerja masyarakat Kabupaten Boven Digoel.
Oleh karena organisasi pemerintah sebagai organisasi pembelajar membutuhkan
suatu awal yang paling mendasar dari berdirinya pemerintahan yang baik, bersih
dan mempunyai legitimasi yang kuat, sehingga tidak lagi menyerahkan perumusan
kebijakan publik di segelintir tangan yang kadang-kadang merupakan invisible
hands, dan memecahkan masalah dengan dilandasi pragmatisme yang tinggi, dengan
mengabaikan peran diskursus publik dan kontribusi masyarakat sipil.
BAB.V
PENUTUP
A.Kesimpulan
LAKIP
merupakan bagian dari implementasi Sistem Akuntabilitas KInerja Instansi
Pemerintah (SAKIP). Dengan adanya LAKIP ini dapat digunakan untuk mengukur
kinerja suatu organisasi. LAKIP merupakan media akuntabilitas setiap
organisasi. SAKIP dapat mendukung terciptanya good governance yang bertujuan
untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, sehingga
akan mampu menunjukkan akuntabilitas publik kepada masyarakat yang akhirnya
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
SAKIP
yang memberikan manfaat adalah sebuah sistem yang dapat digunakan sebagai alat
untuk memperbaiki kebijakan serta mendorong pemerintah daerah untuk melakukan
inovasi dalam mendisain program dan kegiatan. Selanjutnya, SAKIP pun seharusnya
dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan reward dan punishment yang bisa
dikaitkan dengan kinerja individu. Manfaat tersebut baru bisa dipetik jika ada
komitmen yang kuat dari pimpinan untuk memberikan pemahaman yang kuat akan
pentingnya SAKIP yang tak hanya bisa berfungsi sebagai media pertanggunjawaban
kinerja tetapi juga sebagai alat pengendalian.
B.Saran
Karena
masih kurangnya pemahaman terhadap prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik,
maka Pemerintah Daerah Kabupaten Boven Digoel harus menyiapkan sumber daya
aparatur secara profesional yang mengerti tugas pokok dan fungsinya melalui
sosialisasi dan teknik deskripsi jabatan
dan harus Diperbanyak pelatihan teknis yang berkaitan dengan tata
pemerintahan yang baik. Sosialisasi prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik
kepada setiap satuan kerja baik yang bersifat kogninif maupun afektif.
Fordhendrikblog
Komentar
Posting Komentar