Langsung ke konten utama

Unggulan

Playboy Boyong 6 Perempuan yang Dihamili ke Pernikahan Teman, Netizen: Sakit Mental!

  Lazimnya, dalam setiap   pesta pernikahan , perhatian orang-orang akan tertuju pada kedua pengantin. Namun, pria di   Nigeria   ini berhasil menyedot perhatian para tamu di acara pernikahan orang lain. Apa pasal? Playboy  yang dijuluki “Pretty Mike” itu memboyong enam perempuan yang sedang berbadan dua di pesta pernikahan kawannya, aktor Williams Uchemba. Dia mengklaim diri sebagai lelaki yang menghamili semua perempuan tersebut. Mike tampil  nyentrik  dengan setelan jas berwarna merah muda cerah. Sementara, para perempuan yang menemaninya kompak mengenakan setelan abu-abu metalik. Dia berdiri tepat di tengah keenam perempuan yang tengah mengandung itu. Unggahan foto itu langsung mengguncang jagat  media sosial  (medsos) di Nigeria. Para warganet pun membanjirinya dengan komentar. Pengguna medsos lainnya bahkan menuduh Pretty Mike tidak menghargai kedua mempelai yang punya hajatan di acara pernikahan itu. Di Nigeria, Pretty Mike memang dikenal sebagai playboy dan blak-blakan soal hub

Implementasi SAKIP dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik

BAB.I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Good governance yang diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik di  negeri ini. Di pemerintahan (public governance), tema ini begitu menyentuh. Banyak pihak yang “menunjuk hidung” bahwa masalah mendasar bangsa ini akan terselesaikan kalau birokrasi pemerintahnya sudah kembali ke jalan yang baik. Karenanya bagi aparatur pemerintah, good governance adalah kewajiban yang harus diwujudkan.
Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi tiga aktor utama yaitu aparatur pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, aparatur pemerintah merupakan salah satu aktor penting yang memegang kendali proses berlangsungnya governance. Keterlibatan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan antara lain oleh pemahaman terhadap konsep tata pemerintahan yang baik serta pengamalannya yang sangat terkait dengan birokrasi dan manajemen birokrasi pemerintah.
Aparatur merupakan suatu komunitas individu-individu yang memiliki tugas dan fungsi yang terlembagakan untuk melayani rakyat diartikan secara singkat sebagai pemikir, perencana, pelaksana sekaligus pengawas jalannya kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat atas nama kepala daerah (Sarundajang, 2002:164). Dalam konteks pemerintahan yang baik, salah satu kunci sukses terpenting dari adanya perubahan dalam proses governance terletak pada individu-individu yang ada di dalam proses governance itu sendiri. Individu
individu adalah mereka yang menciptakan dan memelihara perubahan. Wilson dan Rosenfeld mengemukakan 4 (empat) alasan resistensi individu terhadap perubahan yaitu: kepentingan pribadi, rendahnya tingkat kepercayaan, perbedaan pandangan/penilaian, rendahnya toleransi terhadap perubahan. (Sumarto, 2004: 11)
Implementasi Otonomi Daerah diasumsikan oleh berbagai pihak akan membawa suatu perubahan yang sangat signifikan terhadap pola manajemen pemerintahan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi utama pemerintahan yaitu pembangunan,pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Pergeseran wewenang pemerintahan dari Pusat ke Daerah memberikan dampak yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.
Di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, pada umumnya birokrasi pemerintahan daerahnya cenderung belum berubah ke arah yang lebih baik karena mereka masih berada pada posisi yang kurang atau tidak stabil dan belum menentukan pola kerja yang baik. Maka dari itu Pemerintah Kabupaten Boven Digoel secara bertahap perlu membangun kepercayaan masyarakatdan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai landasan berpikir dan perilaku pemerintah. Banyaknya Pembicaraan masyarakat terhadap pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk dari ketidakpuasan dan juga ketidakpercayaan pada pemerintah daerah.
Berdasarkan pengamatan, kondisi birokrasi di Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, pada kenyataannya kinerja birokrasi masih belum optimal, antara lain dicerminkan dengan masih banyaknya keluhan masyarakat, baik menyangkut prosedur, kepastian, tanggung jawab, moral petugas, serta masih terjadinya praktek pungli yang memperbesar biaya pelayanan, dan masih kurang profesionalismenya aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga seringkali birokrasi masih dianggap sebagai penghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.
SAKIP pada dasarnya adalah salah satu unsur yang mendukung terselenggaranya SPIP. Sebaliknya, penyelenggaraan SPIP dapat mendukung penyempurnaan implementasi SAKIP. Menjawab pertanyaan terkait dengan belum optimalnya manfaat atas penerapan SAKIP hingga saat ini pada dasarnya dapat dikaitkan dengan berfungsinya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam suatu organisasi pemerintah. PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mendefinisikan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka pencapaian good governance, untuk itu dibutuhkan penerapan sistem akuntabilitas kinerja di Kabupaten Boven Digoel. Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi dan visi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan dan ditetapkan melalui seperangkat indikator kinerja atau alat pertanggungjawaban secara periodik. Mengingat pentingnya pencapaian tujuan suatu instansi tersebut setiap pimpinan dan pegawai di lingkungan Pemerinah Kabupaten Boven Digoel perlu meningkatkan penerapan sistem akuntabilitas kinerja secara sistematis, terstruktur, dan terdokumentasi dengan baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Secara umum, implementasi sistem akuntabilitas kinerja dilaksanakan berdasarkan  komponen-komponen yang merupakan satu kesatuan yang terdiri dari perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, serta pelaporan dan evaluasi kinerja. Komponen dalam sistem akuntabilitas kinerja  ini menceminkan semua proses yang ada dalam manajemen kinerja.
B.Identifikasi Masalah
Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau secara singkatnya antara das sollen dengan das sein. Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari suatu perumusan masalah sehingga objek dalam suatu jalinan tertentu dapat dikenali sebagai suatu masalah. Hal tersebut berguna untuk mengarahkan  objek indetifikasi masalah  sesuai dengan sasaran judul Karya Tulis.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam Karya Tulis ini adalah sebagai berikut.
(1) Bagaimana implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi  Pemerintah (SAKIP) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel?
(2)  Bagaimana penerapan good governance di Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel?
C.Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam Penulisan karya tulis ini adalah metode sosiolegal. Dengan ini, maka kaidah-kaidah hukum baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan, khususnya tentang SAKIP dan Good Governance dicari dan digali dari berbagai buku,media dan internet untuk kemudian dirumuskan menjadi karya tulis  Metode Penulisan ini dilandasi oleh teori bahwa hukum yang baik merupakan hukum yang juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam masyarakat dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja,yang bukan semata-mata merupakan kehendak penguasa saja.
Metode Penulisan karya tulis ini juga untuk memenuhi sebagai suatu syarat untuk mengikuti ujian dinas Tk.II yang akan di selenggarakan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dengan Judul Karya Tulis”Implementasi SAKIP dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik”
D.Sistematika Penulisan
Penulisan Karya Tulis disusun dalam empat Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB.I             Pendahuluan
                        Bab ini terdiri dari Latar belakang masalah,Identifikasi Masalah,Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB.II           Tinjaun Pustaka
                        Bab ini menjelaskan Teori-teori pendukung sebagai acuan Karya Tulis
BAB III          Pemabahsan/Analisis
                        Bab ini membahas tentang pokok inti dari identifikasi masalah tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).
BAB IV          Penutup
                        Bab ini terdiri dari kesimpulan isi pemabahasan dan Saran







BAB.II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian Akuntabilitas
Seperti kita ketahui pada saat sekarang ini bahwa tuntutan masyarakat sangat besar terhadap penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih (good governance) sehingga mendorong pemerintah untuk menerapkan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur dan efektif. Hal ini harapan yang sangat besar dari masyarakat Indonesia. Pertanggungjawaban yang jelas, tepat dan efektif akan sangat berdampak terhadap pengelolaan yang baik sehingga masyarakat akan lebih percaya dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan dapat lebih ditingkatkan.
Banyak ahli yang menyatakan pengertian akuntabilitas, diantaranya menurut Mardiasmo (2004, 20) menyatakan bahwa : Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Dalam konteks organisasi pemerintah, Implementasi akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktifitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya pertanggungjawaban vertikal.
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara, dalam modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah, BPKP, 2007 menyatakan bahwa pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah harus berdasarkan prinsip berikut ini :
1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan.
2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumbersumber daya  secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh .
5. Jujur, objektif, transparan dan akurat .
6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
7. Adanya pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 
B.Pengertian SAKIP dan LAKIP   
SAKIP merupakan singkatan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sedangkan LAKIP singkatan dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Modul BPKP tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Edisi Kelima, 2007 menyatakan bahwa Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu tatanan, instrument dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Penetapan perencanaan strategik 2. Pengukuran kinerja 3. Pelaporan kinerja 4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan. 
Selanjutnya capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan  dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan bahagian dari SAKIP, dimana informasi yang termuat dalam LAKIP ini akan dimanfaatkan untuk perbaikan kinerja instansi secara berkesinambungan.
 Terselenggaranya good governance merupakan syarat utama untuk dapat mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita. Dalam rangka mencapai itu, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemerintah mengeluarkan TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme dan Undang-Undang No 28 Tahun 1999 dengan judul yang sama. Sebagai tindak lanjut dari produk hukum tersebut kemudian diterbitkanlah Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Inpres tersebut mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya
serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategik yang ditetapkan oleh masing-masing instansi.Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepadaatasan masing-masing, lembaga-lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan. Laporan
tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada pokoknya adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri dari berbagaikomponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan stratejik,perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja (LAN, 2003:2-3).
Lembaga Administrasi Negara (LAN) kemudian menindaklanjuti Inpres tersebut dengan mengeluarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 589/1X/6/Y/1999 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kemudian pada tahun 2003, terbit Keputusan Kepala LAN Nomor 239/1X/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah untuk menyempurnakan Keputusan Nomor 589/1X/6/Y/1999. Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai wujud akuntabilitas instansi pemerintah. Pedoman ini juga diharapkan dapat membantu penyusunan rencana stratejik dan rencana kinerja, serta pelaksanaan pengukuran kinerja, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SAKIP secara keseluruhan (LAN, 2003:2).
C.Pemahaman Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penyelengaraan Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
Aparatur pemerintah daerah, terutama di dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dari semua level pemerintahan (Kabupaten, Kecamatan, Desa) memiliki peranan yang sangat penting, maka dari itu good governance merupakan salah satu isu strategis yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dalam rangka membentuk pola pikir (paradigma), sikap dan mental aparat karena hal tersebut akan menentukan kualitas pelayanan umum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat untuk mampu bersaing dengan pasar global yang saat ini sangat kompleks sehingga akan mempengaruhi kapasitas pemerintahan daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Boven Digoel harus mampu mencetak aparatur-aparatur yang memiliki visi dan misi untuk memajukan daerahnya dengan program-program pembangunan masa depan yang berorientasi pada hasil. 
Pemahaman aparatur terhadap prinsip-prinsip good governance meliputi kesadaran tentang masalah, kesadaran tentang sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi masalah, pengetahuan tentang sumber daya yang tersedia, pengetahuan tentang dimana dan bagaimana cara mendapatkan sumber daya tersebut dan perasaan percaya diri dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Sampai saat ini, good governance menjadi salah satu isu strategis Pemerintah Kabupaten Boven Digoel yang diatur dalam Rencana Strategis (Renstra) sudah dijalankan diberbagai level pemerintahan. Hanya saja bersamaan dengan itu, karena dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak lagi mengenal Rencana Strategis, maka dari itu diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang merupakan implementasi atau bentuk konkrit dari program (visi dan misi) Bupati, maka RPJM tersebut harus diundangkan (di–Perda–kan). RPJM hanya dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota yang telah menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Yang mempengaruhi kurang optimalnya pengimplementasian prinsip-prinsip good governance di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, bahwa salah satu masalahnya adalah pribadi aparatur itu sendiri. Hal ini diakibatkan beberapa faktor ( Widodo, 2001) yaitu:
1.       Pengembangan kapasitas SDM aparatur pemerintah daerah (human resource development), masalah pengembangan kapasitas SDM aparatur di daerah seringkali tidak disadari telah terjebak dalam upaya peningkatan syarat akademik jenjang pendidikan aparatur/pegawai dalam memenuhi kelengkapan administratif semata, tanpa mengedepankan kebutuhan, hasil dan manfaat personil terhadap unit kerja maupun pemerintah daerah itu sendiri, rekruitmen pegawai masih menggunakan spoil system belum memakai merit system hal ini mempengaruhi kualitas pegawai yang direkrut.
2.       Pengembangan kelembagaan (institutional building). Dalam hal pengembangan kelembagaan daerah, penataan struktur organisasi diarahkan bagi peningkatan efektivitas roda pemerintahan yang makin produktif dan profesional. Karenanya pengembangan kelembagaan tidak sekadar memuat penataan organisasi, tetapi juga pemeranan lembaga (role of institution) yang akan disusun secara lebih cermat, jelas dan tidak tumpang tindih. Oleh karena keberadaan lembaga daerah sangat erat terhadap performa administrator daerah (kepala daerah) dalam memimpin wilayahnya sebagaimana tercermin dalam visi dan misi Bupati yang diuraikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
3. Peningkatan kinerja (performance improvement) aparatur pemerintahan di daerah. Peningkatan kinerja aparatur pemerintahan secara simultan mengiringi penataan kelembagaan dan peningkatan SDM birokrasi sebagai satu kesatuan "paket" kebijakan menuju pemerintahan yang baik. Kondisi aparatur sekarang ini, memang masih menjadi bagian dari rentetan perjalanan "sejarah birokrasi" masa lalu dengan kompleksitas patologinya yang kuat mengakar bahkan sampai saat ini, setelah reformasi dan wacana
good governance digulirkan kurang lebih 7 tahun yang lalu, kultur tersebut masih tertanam kuat di dalam diri sebagian aparatur Pemerintah Daerah kita.
Pemahaman aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel terhadap prinsip-prinsip utama good governance seperti akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi serta prinsip yang lainnya sampai saat ini masih jauh dari harapan.  Kekurangpahaman atau bahkan ketidakpahaman aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel terhadap prinsip-prinsip utama good governance selanjutnya dapat dilihat dari penjelasan-penjelasan berikut ini.
Prof Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system). Lembaga pemerintahan
yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR)”.  Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Dengan demikian akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil  kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik,teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan (Widodo, 2001).
 Aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dari tingkat Desa sampai Kabupaten pada dasarnya kurang atau bahkan tidak memahami prinsip akuntabilitas. Mereka tidak mampu mengimplementasikannya seoptimal mungkin baik dalam tataran kognitif maupun pada tataran afektif dan psikomotorik.












BAB.IV
PEMBAHASAN/ANALISIS
A.Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
Sistem Kinerja Akuntabilitas Kinerja Pemerintah adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktifitas,alat dan prosedur di rancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran,pengumpulan data,pengklarifikasian,pengikhtisaran,dan pelaporan kinerja pada instansi Pemerintah dalam rangaka mempertanggungjawabkan dan meningkatkan kinerja instansi pemerintah.Dalam instruksi Presiden Nomor: 7 Tahun 1999,di katakan bahwa Tujuan Sstem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya (Good Governance).
Implementasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah :
1.Menjadikan instansi pemerintah yang akuntable sehingga dapat beroperasi secara efisien,efektif dan responsif terhdap asprasi masyarakat dan dan lingkungan.
2.Terwujudnya transparansi instansi pemerintah
3.Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional
4.Terpeliharanya kepercyaan masyarakat kepada Pemerintah.
B.Akuntabilitas Instansi Pemerintah
Akuntabilitas Instansi Kinerja  Pemerintah (AKIP) adalah Perwujudan kewjiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kegagalan atau keberhasilan pelaksanaan  suatu misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang dapat di tetapkan melalui pertanggungjawabkan secara periodik PERMENPAN (2013 : 5).Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dapat terwujud dengan baik apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: LAN (2003 : 5):
a.Beranjak dari sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya yang konsisten dengan asas-asas umum penyelenggaraan negara.
b.Komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan.
c.Menunjukan tingkat pencapain dan sasaran dan tujuan yang telah di tetapkan.
d.Beroreantasi pada pencapain visi dan misi,serta hasil dari manfaat yang di peroleh.
e.Jujur obyektif,transparan dan akurat.
f.Menyajikan keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian saran dan tujuan yang telah di tetapkan.
C.Analisis Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas kinerja merupakan kewjiban pemegang amanah (Agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,menyajikan,melaporkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab pemberi amanah (principle) yang memiliki hak dan kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban tersebut ( Mahsun 2006 : 83).
Menurut (LAN,2003 : 26) penjelasan Akuntabilitas Kinerja di paparkan sebagai berikut : Analisis Akuntabilitas Kinerja meliputi keterkaitan pencapain kinerja kegiatan dengan program dan kegiatan dalam mewujudkan sasaran,tujuan dan misi serta visi sebagaiman di tetapkan dalam rencana strategik.Dalam analisis ini perlu di jelaskan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebijakan,program dan kegiatan yang telah di tetapkan.Analisis tersebut dengan menggunakan informasi/data yang di peroleh secra lengkap dan akurat dan bila memungkinkan di lakukan evaluasi kebijakan untuk mengetahui ketetapatan dan efektifitas baik kebijakan itu sendiri maupun sistem dalam proses pelaksanaannya.
Kondisi yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa penyusunan LAKIP dilakukan oleh bagian program di setiap SKPD. Keterlibatan bidang-bidang teknis pada setiap SKPD hanya sebatas penyerahan data yang kemudian diolah oleh bagian program dan dikompilasi menjadi LAKIP. Data yang selama ini diolah pun baru sebatas data realisasi fisik dan keuangan atas pelaksanaan kegiatan dalam satu tahun. Hal ini terjadi karena keterbatasan pemahaman baik dari sisi pelaksana, yaitu bagian program, maupun unsur pimpinan dan pejabat teknis lainnya terkait dengan informasi yang seharusnya direncanakan dan dilaporkan. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah belum adanya mekanisme pertanggungjawaban yang dilakukan secara transparan baik pada tingkat pemerintah daerah Kabupaten Boven DIgoel ataupun pada tingkat SKPD. Mekanisme pertanggunjawaban seperti pertemuan yang mereviu capaian kinerja secara transparan tentu akan mendorong pihak yang diminta pertanggungjawabannya untuk memberikan perhatian yang lebih dan menyadari konsekwensi yang akan dihadapinya. Hal ini hanya akan terjadi jika pimpinan instansi pemerintah mempunyai komitmen untuk mengaitkan antara kinerja dengan reward dan punishment sebagaimana yang disyaratkan dalam unsur lingkungan pengendalian.
Infrasruktur SAKIP saat ini sudah terbangun, terlepas dari beberapa kelemahannya. Namun, hal yang lebih penting dari pada itu adalah aspek lingkungan pengendalian berupa komitmen pimpinan untuk ‘menghidupkan’ SAKIP yang akan berfungsi sebagai alat pengendalian manajemen. Dengan demikian, untuk menjawab bagaimana mendayagunakan SAKIP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik dan menciptakan good governance hanya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan SAKIP dengan SPIP.
Seiring dengan perkembangan konsep SAKIP dalam tata perundangan di Indonesia muncul Permendagri 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah. Permendagri ini menjembatani gap antara peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang mengatur tata cara penyusunan dokumen perencanaan baik menengah ataupun tahunan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
D.Implemntasi Tata Kelola SAKIP Sektor Publik
Sistem akuntabilitas kinerja pemerintah harus merupakan suatu instrumen pertanggungjawaban yang terdiri dari berbagai indikator dan mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian, dan pelaporan kinerja secara menyeluruh dan terpadu. Pada entitas pemerintahan daerah, sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah daerah memiliki masalah diantaranya sulit mengukur kinerja dan menentukan indikator kinerja yang tepat dikarenakan sektor publik memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan sektor bisnis, terutama menyangkut output, outcomes, dan tujuan utama entitas. 
Akuntabilitas publik mensyaratkan bahwa setiap perilaku dan tindakan pejabat publik baik dalam membuat kebijakan (public policy), mengatur dan membelanjakan keuangan negara maupun melaksanakan penegakan hukum haruslah terukur dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.   Proses pembuatan kebijakan yang sifatnya tertulis serta memenuhi standar etika dan nilai sesuai dengan prinsip administrasi yang benar dengan alat ukur yang digunakan antara lain visi dan misi Bupati, job description, pelaksanaan 10 (sepuluh) budaya malu, pilihan metode pelayanan, informasi tentang tingkat pelayanan, standar efisiensi, standar pelayanan minimal, kapasitas pelayanan sampai saat ini belum dapat berjalan secara optimal.  
Hal tersebut di atas disebabkan masih banyaknya aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel yang tidak tahu visi dan misi yang diusung oleh Kepala Daerah , kemudian juga terdapat aparatur yang tidak memahami tugas dan fungsinya, sehingga  selalu tergantung pada atasannya. Terkait dengan tingkat kepuasan masyarakat maka untuk mengukur keberhasilan pelayanan umum yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, aspek informasi tentang alur pelayanan, standar efisiensi, standar pelayanan minimal, kapasitas pelayanan hanya dijadikan “pajangan” tidak secara konsisten dijalankan.Misalnya masih adanya ketidakjelasan alur pelayanan, standar efisiensi dan standar pelayanan minimal yang tidak jelas karena belum adanya sosialisasi secara maksimal kepada masyarakat mengenai standar pelayanan minimal yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Bukti lain dari masih minimnya kualitas pelayanan yang dilakukan oleh aparatur dapat dilihat pada tingkat kontribusi dalam pelayanan itu sendiri .  
Pada dasarnya implementasi akuntabilitas publik dapat diperoleh dari  usaha yang kontinu untuk membuat aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Boven Digoel agar mampu bertanggung jawab dari setiap perilakunya sendiri dan responsif kepada entitas darimana mereka memperoleh kewenangan. Selain itu juga dapat diperoleh melalui penetapan kriteria untuk mengukur performance aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten  Boven Digoel  serta penetapan mekanisme untuk menjamin terlaksananya standar operasional dan prosedural. Jika hal tersebut dilakukan maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan meningkat dan akan mengurangi kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme. 
Oleh sebab itu dalam kerangka mengimplementasikan prinsip akuntabilitas ada beberapa pertanyaan yang harus siap dijawab oleh administrator publik, seperti: penyelesaian masalah dengan nilai-nilai yang konsisten dengan nilai-nilai dari konstituen (pemilih), program yang dibuat untuk para konstituen yang didasarkan pada hipotesis yang jelas terhadap suatu masalah dan solusinya yang efektif, metode apa yang efektif dan efisien di dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, apakah dalam proses penyelesaian masalah tersebut telah menggunakan/memanfaatkan sumber daya yang tersedia seoptimal mungkin, dan jika memang hal  itu telah dilakukan apakah telah memenuhi kebutuhan dari konstituen atau tidak. Hal ini diasumsikan pada alasan bahwa seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada masyarakat.
Dalam konteks good governance untuk memberdayakan masyarakat, Pemerintah daerah harus memperhatikan beberapa hal antara lain (Ari Dwipayana, 2003):
1. Mengubah paradigma dari yang menggunakan pendekatan intruksional ke pendekatan fasilitasi/katalisator, yaitu mendorong dan memberikan ruang (space) kepada masyarakat agar mampu mengembangkan prakarsa, kreativitas dan inovasinya untuk membangun daerah;
2. Pemerintah daerah harus menghargai kemajemukan yang ada di masyarakat sebagai suatu bentuk upaya mengembangkan potensi daerah;
3. Menerapkan mekanisme pembangunan yang people oriented (berorientasi pada masyarakat) dengan perencanaan dari bawah (bottom up) yang harus dilaksanakan secara konsisten;
4. Jika pemerintah merasa dirinya tidak mampu untuk mengawal pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka ia harus mengakui ketidakmampuannya tersebut sehingga perlu belajar banyak pada entitasnya melalui forum dialog atau konsultasi publik. 
Dalam rangka penguatan partisipasi masyarakat, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah (Ari Dwipayana, 2003) :
a.   Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat;
b.  Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga negara dalam kegiatan publik;
c.  Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik. Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan.
Good governance merupakan sebuah bentuk ideal mekanisme, praktik dan tata cara pemerintah dalam mengatur dan memecahkan masalah-masalah publik. Inilah bentuk pemerintahan yang paling diidam-idamkan oleh setiap bangsa dan negara. Good governance hanya bisa tercipta apabila dua kekuatan saling mendukung, yakni warga yang bertanggungjawab, aktif dan memiliki kesadaran, dan pemerintah yang terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau melibatkan diri dalam segala persoalan.Berbicara mengenai kepemerintahan yang baik, sangat mudah ketimbang melaksanakannya.
Implikasi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan merupakan kewajiban setiap tingkat pemerintahan dari Desa sampai Provinsi untuk segera dilaksanakannya termasuk oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel yang terintegrasi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan manajemen pemerintahan oleh aparatur Pemerintah Kabupaten Boven Digoel sampai saat ini dinilai belum optimal. Belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat dari banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan umum yang dilakukan oleh aparatur pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Misalnya saja dalam bidang kesehatan, pelanggan yang menggunakan Jamkesmas akan lebih
dikesampingkan terlebih dahulu, dalam bidang kependudukan banyak masyarakat yang harus membayar di luar ketentuan peraturan yang ada untuk membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP).   
Evaluasi terhadap penerapan prinsip-prinsip good governance di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel harus terus dioptimalkan sehingga akan membentuk birokrasi pemerintahan sebagai mitra kerja masyarakat Kabupaten Boven Digoel. Oleh karena organisasi pemerintah sebagai organisasi pembelajar membutuhkan suatu awal yang paling mendasar dari berdirinya pemerintahan yang baik, bersih dan mempunyai legitimasi yang kuat, sehingga tidak lagi menyerahkan perumusan kebijakan publik di segelintir tangan yang kadang-kadang merupakan invisible hands, dan memecahkan masalah dengan dilandasi pragmatisme yang tinggi, dengan mengabaikan peran diskursus publik dan kontribusi masyarakat sipil.  


BAB.V
PENUTUP
A.Kesimpulan
LAKIP merupakan bagian dari implementasi Sistem Akuntabilitas KInerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Dengan adanya LAKIP ini dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu organisasi. LAKIP merupakan media akuntabilitas setiap organisasi. SAKIP dapat mendukung terciptanya good governance yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, sehingga akan mampu menunjukkan akuntabilitas publik kepada masyarakat yang akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan publik.  
SAKIP yang memberikan manfaat adalah sebuah sistem yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kebijakan serta mendorong pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam mendisain program dan kegiatan. Selanjutnya, SAKIP pun seharusnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan reward dan punishment yang bisa dikaitkan dengan kinerja individu. Manfaat tersebut baru bisa dipetik jika ada komitmen yang kuat dari pimpinan untuk memberikan pemahaman yang kuat akan pentingnya SAKIP yang tak hanya bisa berfungsi sebagai media pertanggunjawaban kinerja tetapi juga sebagai alat pengendalian.
B.Saran
Karena masih kurangnya pemahaman terhadap prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Boven Digoel harus menyiapkan sumber daya aparatur secara profesional yang mengerti tugas pokok dan fungsinya melalui sosialisasi dan teknik deskripsi jabatan dan harus Diperbanyak pelatihan teknis yang berkaitan dengan tata pemerintahan yang baik. Sosialisasi prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik kepada setiap satuan kerja baik yang bersifat kogninif maupun afektif.



 Fordhendrikblog

















Komentar